Ketika kamu mendengar atau memikirkan kata “storyboard”, barangkali kamu berpikir proses itu berkaitan erat dengan film, media, dan pembuatan video. Asosiasi itu tak salah, tapi tak sepenuhnya benar juga. Menurut sejarahnya, memang storyboard banyak digunakan untuk pembuatan kreasi tersebut, namun seiring berjalannya waktu, storyboard dapat pula digunakan bagi para visual designer yang cakupan pekerjaannya meliputi ilustrasi, fotografi, typografi, layout, hingga pembuatan UX (User Experience) dan UI (User Interface). Selain itu, storyboard juga dapat digunakan saat mengembangkan produk.
Storyboard sendiri merupakan perangkat komunikasi yang efektif bagi para pemasar digital, content creator, hingga manajer produk. Ini dikarenakan storyboard yang dimaksud mampu membantu setiap profesi yang telah disebutkan sebelumnya, khususnya visual designer, memprediksi sekaligus menjelajahi perjalanan si pengguna (user experience) dengan produk yang ditawarkan. Storyboard dapat pula membantu desainer memahami motif pengguna serta pengalaman-pengalaman seseorang terhadap sebuah masalah. Maka tak ada salahnya jika kamu mulai menerapkan beberapa tips membuat storyboard bagi para desainer yang telah Crafters rangkum berikut ini.
Baca Juga: Kunci Sukses Ilustrator dalam Industri Ilustrasi
Sebelum kamu berkutat dengan ide dan memulai proses membangun storyboard, tetapkan dulu tujuan yang ingin kamu capai. Untuk panduan, tanyakan kepada dirimu sendiri kira-kira hasil seperti apa yang kamu inginkan dari proses pembuatan storyboard; apakah kamu ingin konsumen ikut merasakan emosi dalam cerita? Apakah kamu ingin konsumen membeli ilustrasimu? Ataukah kamu ingin konsumenmu teredukasi dengan apa pun yang tengah kamu buat? Dengan menetapkan tujuan secara jelas, kamu sudah membantu sekitar 30% proses pembuatan storyboard ini.
Sama seperti film, pembuatan storyboard bagi visual designer juga membutuhkan banyak data. Data-data ini dapat kamu kumpulkan melalui penelitian. Bacalah banyak materi yang berhubungan dengan tujuan pembuatan storyboard kamu, berbincang dengan mereka yang lebih berpengalaman, atau lakukan wawancara langsung dengan konsumen kamu.
Setelah mengumpulkan sejumlah data, kamu pun akan mendapatkan beberapa cerita dan kasus yang dihadapi para pengguna untuk dijadikan “skenario” masalah bagi produk yang tengah kamu hadirkan. Supaya memudahkan, tulis berbagai kasus pengguna sebagai masalah di sticky note. Semakin banyak permasalahan, kasus, dan cerita pengguna yang kamu dapatkan, semakin kuat storybuilding yang dapat kamu hasilkan dari proses ini.
Ketika masalah yang sekiranya dapat terjadi muncul, kamu bisa memfokuskan diri untuk memilih cerita dan kasus pengguna yang paling penting atau riskan serta menjawab tujuan awal pembuatan storyboard. Tentunya permasalahan ini sangat berkaitan dengan proses pengumpulan data. Makanya semakin banyak informasi yang berhasil kamu kumpulkan, semakin baik pula alur cerita beserta cabangnya yang terjalin dalam storyboard.
Sama seperti ketika seorang pembuat storyboard tengah membangun alur cerita untuk film, visual designer juga perlu menambahkan emosi dan detail adegan. Gunakan emoticon untuk menggambarkan perasaan konsumen saat mencoba pengalaman produkmu. Tambahkan emoticon ini dalam setiap langkah yang dilakukan pengguna. Kamu juga dapat menulis detail penting tambahan demi memperkuat alur cerita yang kamu hadirkan untuk produkmu.
Tujuan pembuatan storyboard adalah untuk menjelaskan konsep yang lebih besar secara sederhana dan membagi-bagi topik sulit menjadi langkah yang lebih simple. Oleh karenanya, kamu enggak diharuskan untuk jago menggambar kok. Kamu hanya bisa menggambar sketsa kasar atau stick figure? Tak masalah. Malahan, gambar yang sederhana itu jauh lebih efektif dalam proses awal menuangkan ide ke dalam bentuk storyboard.
Jika perlu, tambahkan penjelasan dalam bentuk poin-poin di bawah gambar untuk menjelaskan konteks tambahan yang sulit dipahami pada gambar. Buatlah storyboard yang mudah diubah sehingga kamu dapat menggantinya kapanpun dibutuhkan.
Baca Juga: Tips Langkah-Langkah dalam Eksekusi Ide Kreatif
Agar memudahkan diskusi yang berjalan antara kamu dan pihak terkait, berikan nama yang catchy atau mudah diingat untuk idemu. Ketika kamu selesai membuat storyboard, cobalah menempelkannya di dinding. Dengan begini, kamu dapat melihat alur cerita yang kamu bangun dari masalah, solusi, dan emosi yang diharapkan serta mengecek apakah hasilnya sudah menjawab tujuan awal pembuatan storyboard ini.
Storyboard enggak melulu dapat digunakan untuk membuat film atau dibuat oleh mereka yang berkecimpung di dunia animasi. Dengan melakukan tips membuat storyboard bagi visual designer ini, kamu pun dapat menghadirkan konten visual yang menjawab kebutuhan. Sudah siap membuat storyboard-mu sendiri?
Regular
Italic
Bold
The rich text element allows you to create and format headings, paragraphs, blockquotes, images, and video all in one place instead of having to add and format them individually. Just double-click and easily create content.
A rich text element can be used with static or dynamic content. For static content, just drop it into any page and begin editing. For dynamic content, add a rich text field to any collection and then connect a rich text element to that field in the settings panel. Voila!
Headings, paragraphs, blockquotes, figures, images, and figure captions can all be styled after a class is added to the rich text element using the "When inside of" nested selector system.